Jumat, 23 Maret 2012

Pengendalian Ulat Kipat (Cricula trifenestrata) pada Tanaman Jambu Mete


PENGENDALIAN ULAT KIPAT (Cricula trifenestra)
 PADA TANAMAN JAMBU METE

Rahmat Jahuddin 1), Hasmiah Hamid 2) dan Hasmah 3)

1)    Fakultas Pertanian Universitas Islam Makassar
2)    Balai Besar Karantina Pertanian  Makassar
3)    Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan


ABSTRAK

Cricula trifenestrata (Lepidoptera:Saturniidae)
Hama ini bersifat polifag, selain menyerang jambu mete juga menyerang alpukat, kedondong, kayu manis, jambu, kenari, mangga dan kakao. Imago berupa ngengat berukuran antara 6-8 cm berwarna coklatkemerahan kusam, aktif pada malam hari dan tertarik pada cahaya lampu. Telur berwarna putih keabuan diletakkan dalam barisan pada tepi daun atau pada cabang. Stadia yang merusak yaitu larva yang terdiri dari 4 – 5 instar, berwarna hitam dengan bercak putih dan rambut putih. Kepala dan abdomennya berwarna merah terang. Kepompong berwarna coklat terbungkus oleh kokon seperti jala berwarna kuning emas menempel pada permukaan bawah daun atau tempat lain yang relatif tersembunyi.

Cricula trifenestrata ditemukan di seluruh wilayah Indonesia dan di beberapa negara di Asia Tenggara. Hama ini sangat rakus memakan semua daun tua dan muda tanaman jambu mete, sehingga tanaman tampak meranggas. Tanaman yang terserang biasanya tidak sampai mati dan akan pulih dalam beberapa minggu kemudian. Tanaman inang lain seperti mangga, avokat, kedondong, kenari, pohon hutan lain.

Cricula trifenestrata memiliki banyak musuh alami sehingga pengendaliannya dapat dilakukan secara fisik, mekanik, lampu perangkap dan insektisida secara bijakasana.

KATA KUNCI  : Pengendalian, Cricula trifenestrata, Jambu Mete


PENDAHULUAN
Jambu mete (Anacardium occidentale) merupakan salah satu komoditas unggulan di Sulawesi Selatan.  Pada tahun 2010 tercatat luas areal mencapai 63.818 ha dengan produktifitas 426,33 kg/ha/tahun dan melibatkan petani kecil sebanyak 81.978 KK.  Rendahnya produktivitas tanaman ini disebabkan oleh berbagai faktor terutama penerapan teknik budidaya yang baik umumnya belum diterapkan oleh petani, apalagi komoditi ini awalnya hanya dianggap sebagai tanaman penghijauan.  Di samping itu, tanaman ini diidentifikasi juga dapat diserang oleh berbagai Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT).  Salah satu OPT yang diketahui menjadi OPT penting adalah Ulat Kipat (Cricula trifenestrata).
 Ulat Kipat tersebar hampir di setiap pertanaman jambu mete di Indonesia dengan tingkat serangan mulai dari serangan ringan sampai berat.  Akibat serangan hama ini dapat menyebabkan tanaman menjadi gundul karena semua daunnya dimakan habis oleh larva hama tersebut.  Akan tetapi, pada umumnya tanaman jambu mete yang terserang Ulat Kipat tidak sampai menyebabkan kematian tanaman kecuali pada kondisi pertanaman yang sangat ekstrim. 

BIOEKOLOGI
Ulat Kipat termasuk dalam Ordo Lepidoptera, serangga dewasanya berupa ngengat aktif di malam hari. Telur diletakkan teratur dan rapi pada pinggiran daun sebelah bawah atau pada tangkai daun dalam jumlah besar. Telur muda berwarna putih kekuningkuningan, yang kemudian berwarna kelabu. Bentuknya bulat agak oval/gepeng dan memiliki bintik hitam disalah satu ujungnya. Stadia telur sekitar 7 – 10 hari.  Ulat hidup bergerombol. Ulat besar bisa berukuran 50-70 mm. Warna ulat muda kuning muda. Stadia larva 28 – 30 hari yang terdiri atas 4 – 5 instar. Kepompong dibungkus  oleh anyaman air liurnya yang berbentuk jala berwarna kuning emas dan sangat liat. Lamanya waktu kepompong sangat dipengaruhi keadaan yaitu berkisar 21 – 35 hari. Ngengat aktif di malam hari. Ukuran jantan dan betina berbeda. Rentang sayap betina bisa mencapai 62-84 mm dan pada sayap depan terdapat tiga bercak transparan. Dapat menghasilkan telur sebanyak 200-325 butir.
Gejala serangan Ulat Kipat relatif sama dengan serangan ulat bulu lainnya yaitu daun tanaman akan habis dan bahkan sampai gundul tanaman tersebut. Serangan awal (ulat kecil) dimulai pada bagian bawah daun muda dan serangan lanjutan (ulat besar) akan menyerang daun tua sehingga dapat membuat tanaman jadi gundul (hanya sisa tulang daun).
Selain jambu mete, ulat kipat juga dapat menyerang alpukat, kedondong, kayu manis, jambu, kenari, mangga dan kakao.  Kadang-kadang ulat kipat tidak dianggap hama karena sutra berwarna kuning emas dari kepompongnya dipanen. Sutra tersebut sering dapat dijual dengan harga tinggi. 
PENGENDALIAN
Pengendalian ulat kipat perlu dilakukan secara terpadu dari berbagai cara pengendalian yaitu sebagai berikut :
1.    Pemantauan dan identifikasi jenis hama, stadia hama, bagian dan jenis tanaman yang diserang, tingkat/intensitas serangan, serta kondisi lingkungan untuk disampaikan kepada petugas terkait.
2.    Lakukan pengendalian secara mekanis dengan cara mengumpulkan dan memusnahkan ulat, antara lain dengan cara dibakar atau dibenamkan dalam tanah.
3.  Pemasangan lampu perangkap (light trap) untuk membunuh ngengat, karena ngengat aktif di malam hari dan tertarik cahaya.
4.  Mengumpulkan pupa/kepompong dan memasukannya kedalam botol plastik yang diberi lubang-lubang, sehingga ngengat yang terbentuk tidak dapat keluar sedangkan parasit yang muncul dapat keluar dan kembali berperan di alam.
5.  Pelihara dan lestarikan musuh alami seperti predator semut rangrang dan burung dengan cara melarang penangkapan burung dan melarang pengambilan telur semut di pohon, atau melestarikan dan memperbanyak koloni semut dengan cara memasang sarang buatan dari daun kering dan bambu.
6. Gunakan insektisida hayati berupa jamur, virus, bakteri, nematode, antara  lain dengan cara (a). Mengumpulkan ulat yang mati terkena virus (menggelantung) dan mengaduknya dengan air, lalu menyemprotkan kembali ke ulat, (b). Mengumpulkan kepompong atau ulat yang terkena jamur (berwarna putih – jamur Beauveria dan hijau – jamur Metarhizium), lalu perbanyak di media jagung dan semprotkan ke ulat, Insektisida hayati yang sudah diproduksi dan tersedia di Dinas/lembaga yang berwenang.
7. Pemasangan pembatas (burrier) pada batang pohon mangga berupa lem atau kain beracun, khususnya bagi ulat Arctornis yang memiliki sifat ketika malam hari naik ke bagian atas (kanopi) untuk memakan daun dan pada siang hari turun ke batang untuk bersembunyi dari serangan predator
8.  Jika kondisi populasi ulat sangat mengkhawatirkan dapat digunakan insektisida alami yang relatif ramah lingkungan, berupa insektisida nabati (berasal dari tumbuhan), seperti mimba, tembakau, akar tuba, piretrum, gadung, suren dan lainnya. Perlu diketahui bahwa insektisida nabati tidak menyebabkan kematian langsung seperti insektisida sintetis.
9.  Pada kondisi kritis, maka jalan terakhir dapat digunakan insektisida kimia sintetis yang berdaya racun rendah berlabel hijau.
10. Jangan menggunakan insektisida kimia sintetis untuk tindakan pencegahan, karena akan mengganggu keberadaan musuh alami dan mencemari lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 1992.  Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada Tanaman Perkebunan.  Dinas Perkebunan Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara, Kendari.

------------------, 2001.  Musuh Alami. Hama dan Penyakit Tanaman Jambu Mete.  Proyek PHT PR, Ditjen Perkebunan Jakarta.

-----------------, 2011. Petunjuk Teknis Pengendalian Ulat Bulu.  Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian RI, Jakarta.

-----------------, 2011.  Statistik Perkebunan Sulawesi Selatan 2010.  Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar.

KeepingInsect.com., 2011.  Cricula Silkmoth. Diunggah pada tanggal 5 Mei 2011.

Muljohardjo, M.,  1990.  Jambu Mete dan Teknologi Pengolahannya (Anacardium occidentale L.).  Liberty Yogyakarta.